v FILSAFAT
SEBAGAI AKAR ILMU KOMUNIKASI
ANALISIS POHON KOMUNIKASI
Akar
komunikasi, landasan ilmiah komunikasi merupukan perspektif yang dilandasi oleh
pemikiran yang bertujuan untuk mengungkap asal-usul ilmu komunikasi dan
selanjutnya bertugas untuk membangun teori-teori baru/pemikiran baru sebagai
hasil pengembangan ilmu komunikasi. Adapun yang menjadikan akar ilmu komunikasi
adalah filsafat, psikologi, psikologi social, sosiologi, antropologi, biologi,
fisika dan matematika.
Batang dan dahan komunikasi merupakan
pengembangan teoritis dan aplikatif yang mencakup teori-teori komunikasi dan
pengembangannya. Dahan-dahan ilmu komunikasi terdiri dari : komunikasi dalam
diri manusia, komunikasi antar personal, komunikasi kelompok, komunikasi publik,
komunikasi organisasi, komunikasi massa, komunikasi internasional, komunikasi
global, komunikasi budaya dan komunikasi antarbudaya. Sebagai suatu fenomena,
komunikasi di dalam tulisan ini akan diuraikan melalui pendekatan personal,
pendekatan publik dan pendekatan massa.
1.
Pendekatan
Personal
adalah pendekatan
berdasarkan sasaran social. Pendekatan personal ini di bahas melalui
ranting-ranting dari dahan intrapersonal yaitu mulai dari proses :
a. Penyerapan
(sensasi), terdiri dari mendengar, melihat, mencium, menyentuh dan merasa.
b. Memilah
> mengorganisasikan/mengklasifikasikan stimulus.
c. Memilih,
yaitu mengambil salah satu dari golongan/ klasifikasi stimulus.
d. Asosiasi,
proses menyamakan gambar dari stimulus yang dating dengan gambaran masa lalu.
e. Persepsi,
melalui konsep perhatian yang terdiri dari pehatian internal, eksternal,
fungsional dan struktural.
f. Memori
> terdiri dari: proses memori, jenis memori dan mekanisme memori.
g. Berpikir
> terdiri dari: berpikir induktif, deduktif dan evaluative.
Komunikasi
antarpersonal terdiri dari komunikasi diadik dan kelompok.
· Komunikasi
diadik terdiri dari komunikasi: transendental, surat menyurat, percakapan,
gerak-gerik.
· Komunikasi
kelompok terdiri dari: diskusi, ceramah, kuliah, rapat, seminar, simposium,
loka karya, dsb. Kelompok besar: rapat akbar dan pidato.
2.
Pendekatan
Publik
Publik merupakan
sekelompok orang yang memiliki minat yang sama terhadap suatu masalah yang
sifatnya bertentangan. Terdiri dari dua dahan dasar, yakni komunikasi publik
dan komunikasi organisasi.
Komunikasi
publik terdiri dari: hubungan publik, kampanye komunikasi publik, propaganda,
provokasi dan pameran.
· Hubungan
publik terdiri atas corporate public relations, government public relations dan
public relations consultant.
· Kampanye
komunikasi publik terdiri atas kampanye sosial, seperti kampanye kesehatan,
pariwisata, anti narkoba, dll.
· Propaganda
meliputi segala bidang kehidupan manusia yang dilakukan terutama dalam situasi
konfrontasi, kompetitif dan konkurensi.
· Provokasi
merupakan cara lain dari propaganda yang berarti menggerakkan sesuatu dengan
jalan menimbulkan pergerakan.
· Pameran
adalah bentuk komunikasi yang bersifat space dan time organized. Macam-macam
pameran antara lain: display/pajangan, show/pertunjukan, bazaar, exposition,
exhibition dan fair.
3.
Pendekatan
Massa
adalah pendekatan
melalui sasaran yang tersebar dimana-mana, sifatnya heterogen, anonim dan
terlibat dalam penggunaan media massa. Terdiri dari mediated mass
communication, combine media dan nonmedia.
· Mediated
mass communication terdiri dari jurnalistik dan advertising. Dalam jurnalistik
di uraikan news, views dan fungsi dalam advertising akan di uraikan industrial
advertising, retail advertising, trade advertising, national advertising,
profesioanl advertising, mail order advertising dan nonproduct advertising.
· Combine
media dan nonmedia akan diuraikan mengenai komunikasi internasional, komunikasi
global, komunikasi budaya dan komunikasi antar budaya.
Selain itu di uraikan juga tentang
pengertian dan teori-teori yang berhubungan dengan komunikasi organisasi yang
lebih menekankan pada sistem. Sistem adalah kumpulan dari komponen-komponen
satu sama lain saling berhubungan, saling mempengaruhi, baik secara struktur
maupun fungsional. Komunikasi organisasi terdiri dari komunikasi: pemerintah,
perusahaan, bisnis, manajemen, organisasi politik.
FILSAFAT SEBAGAI AKAR ILMU
KOMUNIKASI
Ilmu pengetahuan merupakan suatu
proses mencari keteraturan serta susunan berbagai fenomena. Ilmu adalah proses
yang mengungkapkan suatu tatanan yang tidak teratur.
· Kuhn
(1970) memandang ilmu sebagai suatu aktivitas untuk memecahkan teka-teki.
· Ravetz
(1973) mengatakan bahwa ilmu sejak dulu sudah dipandang sebagai pencarian
kebenaran.
· Kibler
(1970) membantah bahwa pendekatan ilmu melibatkan sejumlah upaya untuk membuat
probabilitas serta menghimpun kebenaran bukan membuat kebenaran.
Dalam pengertian yang tegas, hukum-hukum
perilaku manusia itu harus bersifat universal dan juga berlaku sepanjang masa.
Keteraturan dalam komunikasi manusia nampaknya merupakan fungsi dari sedikitnya
5 faktor:
1. Hukum
alam, fisiologi, biologi, psikologi, dan bahkan fisika yang memungkinkan
tindakan atau gerakan tertentu.
2. Rules
(norma-norma budaya) yang ada pada diri setiap orang dalam sistem regional atau
sosial, meskipun pada tingkat yang kurang disadari.
3. Sifat-sifat
pribadi, merupakan predis posisi, pola-pola personal atau tindakan-tindakan
yang bersifat habitual yang telah dan sedang berkembang pada diri individu.
4. Pola-pola
relasional, merupakan tindakan yang bisa diramaikan yaitu pada situasi
komunikasi kelompok real.
5. Pola-pola
perilaku yang disadari, merupakan sejumlah kecil pola pemikiran yang relatif
dapat menggambarkan semua bentuk perilaku komunikasi.
Filsafat sebagai akar ilmu komunikasi
dapat diuraikan melalui sejarah, prinsip-prinsip metodologi, klasifikasi dan
strategi pengembangan ilmu. Dalam hal ini akan diuraikan mengenai filsafat dan
filsafat ilmu. Filsafat akan dijelaskan mengenai pengertian, cici-ciri berfikir
filsafat, gaya berfilsafat, cabang-cabang filsafat serta prinsip-prinsip dalam
filsafat. Filsafat ilmu akan dijelaskan mengenai pengertian objek formal dan
objek material, tujuan, serta implikasi filsafat ilmu. Sebagai kajian, filsafat
ilmu akan diuraikan melalui pilar utama filsafat yaitu ontologi, epistemologi,
dan aksiologi.
Sejarah perkembangan filsafat dan ilmu
pengetahuan tidak akan pernah terlepas dari perkembangan sejarah yang dimulai
dari zaman Yunani kuno hingga masa modern sekarang ini. Fenomena ini
menunjukkan adanya pergeseran paradigma yang sangat menonjol dalam ilmu
pengetahuan. Akar perkembangan ilmu pengetahuan dunia Barat berdasarkan pada
tradisi Yunani yang tokohnya sangat terkenal yaitu Plato dan Aristoteles dengan
paham ethos, pathos dan logos.
· Ethos
mengajarkan ilmuan tentang pentingnya rambu-rambu normatif dalam pengembangan
ilmu yang merupakan kunci utama bagi hubungan antara produk ilmu dengan
masyarakat.
· Pathos
merupakan komponen kedua yang menyangkut unsur emosi atau rasa yang ada dalam
diri manusiasebagai makhluk yang selalu mencintai keindahan, penghargaan,
sehingga hidup tidak dirasakan kaku/monoton.
· Logos
merupakan komponen terakhir filsafat yang membimbing para ilmuan untuk
mengambil suatu keputusan berdasarkan pemikiran rasional dan nalar.
Komponen lain dari filsafat ilmu yang
paling penting adalah komponen piker, terdiri dari etika, logika, estetika.
Komponen inilah yang akan bersinergi dengan aspek kajian yang sudah di uraikan
di muka, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi sehingga menghasilkan
poros pikir filsafat yang di gemakan oleh Aristoteles dengan ethos, pathos dan
logos.
Bahasan filsafat ilmu yang sangat
penting untuk dikaji disamping sejarah adalah masalah metodologi. Unsur lain
adalah unsur klasifikasi ilmu pengetahuan. Unsur lain yang tidak bisa di
abaikan dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah berbagai perubahan paradigma
yang menurut Thomas Kuhn merupakan pendorong terjadinya perubahan besar-besaran
dalam ilmu pengetahuan. Akhirnya klasifikasi epistemologis tentang sifat dan
jenis ilmu yang di kemukakan oleh Jurgen Habermas yang menekankan pada
interrelasi diantara jenis ilmu yang satu dengan yang lainnya perlu mendapatkan
perhatian pula.
vFILSAFAT ILMU
A.
KAITAN TEORI
KOMUNIKASI DENGAN FILSAFAT ILMU DALAM MEMBANGUN FILSAFAT KOMUNIKASI UNTUK
MENCAPAI KEBENARAN
Teori
merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor
tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Filsafat
ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).
Filsafat
ilmu menggambarkan/menjelaskan mengenai duduk perkara ilmu dan yang tak kurang
penting adalah mengenai batas-batas kemampuannya. Filsafat ilmu merupakan
telaahan secara filosofis yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai
hakikat ilmu, seperti:
1. Membicarakan
pengetahuan itu sendiri, membahas semua objek, hasilnya adalah pengetahuan
filsafat.
2. Membicarakan
sumber pengetahuan dan cara memperoleh pengetahuan.
3. Membicarakan
guna pengetahuan.
Filsafat ilmu dan penelitian keilmuan
komunikasi
Pada ilmu
komunikasi, dalam upaya untuk menemukan kebenaran, mendasarkan dirinya kepada
beberapa kriteria kebenaran. Kriteria tersebut disebut pula sebagai
"teori", yaitu kriteria koherensi, korespondensi, dll..
· Koherensi merupakan teori
kebenaran yang mendasarkan diri kepada kriteria tentang konsistensi suatu
argumentasi.
· Korespondensi merupakan
teori kebenaran yang mendasarkan diri pada kriteria tentang kesesuaian antara
mated yang dikandung oleh suatu pernyataan dengan objek yang dikenai pernyataan
tersebut.
· Pragmatisme merupakan teori kebenaran yang mendasarkan
diri pada kriteria tentang berfungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam
lingkup ruang dan waktu tertentu.
Ilmu
pengetahuan memberikan kerangka melalui metode-metode, seperti: empirical,
testable, falsifiable, replicable, public, self correcting, measurable,
objective, skeptical, dan heuristic.
· Empirical, teori komunikasi diuji dan diperoleh dengan
menggunakan metode penelitian menurut empirisme.
· Testable,
pemikiran, hipotesis, atau pun teori tersebut dapat diuji kebenarannya.
· Falsifiable, Teori
komunikasi harus berani untuk dipersalahkan atau disangkal.
· Replicable, teori
komunikasi hendaknya dapat diulang atau dipraktikkan oleh orang lain.
· Public, teori komunikasi
agar dapat dipublikasikan atau disimpan di suatu perpustakaan umum.
· Self correcting,
temuan-temuan ilmiah dalam ilmu komunikasi maupun metode-metodenya
harus terus-menerus memperoleh perbaikan-perbaikan.
· Measurable, Pengukuran pada ilmu komunikasi merupakan upaya
kunatifikasi, baik melalui pencatatan jumlah kejadian, kognisi, sikap, maupun
perilaku.
· Objective, teori
atau temuan-temuan ilmiah lainnya harus berada di luar sikap dan keyakinan
pribadinya.
· Skeptical, skeptis
atau meragukan terlebih dahulu atau tidak menerima begitu saja sebelum
mmebuktikannya.
· Heuristic, harus
membawa pada hipotesis, teori, dan penemuan lebih lanjut.
Tema
Ontologis:
Ontologis
adalah sifat gejala atau fenomena yang kita ketahui.
Tema
Epistemologis:
Epistemologi
bersangkutan dengan metode dan prosedur dalam menguji dugaan-dugaan sementara.
Tema
Perspektif:
Perspektif
sebuah teori adalah sudut pandang atau fokus teori tersebut. Perspektif
membimbing ahli teori dalam memilih apa yang difokuskan dan apa yang harus dibuang;
bagaimana menjelaskan proses dan bagaimana mengonseptualisasikan apa yang
diamati.
Berikut ini
beberapa perspektif yang kita kenal dafam bidang komunikasi:
1. Perspektif tingkah laku, yaitu menekankan pada stimuli
dan respons.
2. Perspektif transmisi yaitu memandang bahwa komunikasi
terjadi secara timbal balik.
3. Perspektif transaksi yaitu menekankan pada pembagian.
Perspektif ini memandang komunikasi sebagai sesuatu, di mana semua partisipan
(peserta) terlibat secara aktif
Tema
Aksiologis:
Aksiologi
adalah cabang filsafat yang mengkaji nilai-nilai. Tiga masalah mendasar yang
menyangkut aksiologi, yaitu:
1. Apakah suatu
teori bebas nilai?
2. Sejauhmana
pengaruh praktik penelitian terhadap objek yang dipelajari?
3. Sejauhmana
ilmu berupaya mencapai perubahan sosial?
Dalam
persoalan aksiologis ini terdapat 2 (dua) posisi umum, yakni: Pertama, ilmu yang sadar
nilai. Kedua, ilmu yang
bernilai percaya bahwa ilmu menjauhkan diri dari nilai-nilai.
Adapun
tujuan utama ilmu komunikasi adalah teori. Teori komunikasi bukan hanya
seperangkat spekulasi, tetapi seperangkat pernyataan (statement) yang
sangat teroganisasi sedemikian rupa sehingga saling terkait secara logis dan
teruji secara empirik. Teori-teori komunikasi dapat digunakan untuk eksplanasi,
prediksi, serta mengendalikan perilaku komunikasi manusia. Filsafat sebagai
disiplin ilmu berhubungan dengan masalah pengetahuan dan realita.
Pengujian
filosofis dikelompokan menjadi 4 (empat) tema, yaitu:
1. Tema ontologi, mengenai masalah eksistensi
2. Tema epistemologi, mengenai masalah pengetahuan
3. Tema perspektif, mengenai masalah fokus
4. Tema aksiologi, mengenai masalah nilai
Filsafat
menyerahkan daerah yang sudah dimenangkannya kepada ilmu-ilmu pengetahuan
lainnya, sehingga masing-masing ilmu pengetahuan dapat mengembangkan
teori-teorinya, baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial yang bermula
sebagai filsafat. Di mana teori
komunikasi merupakan landasan berkembangnya ilmu komunikasi. Sementara filsafat
ilmu mengkaji hakikat ilmu. Perpaduan antara ilmu komunikasi dengan filsafat
akan memunculkan apa yang disebut filsafat ilmu komunikasi. Oleh karenanya,
filsafat menjadi akar atau landasan ilmiah komunikasi untuk terus menguatkan
dan mengembangkan ilmu komunikasi itu sendiri.
Di sini
filsafat menjadi salah satu akar ilmu komunikasi yang bertujuan agar
ilmuwan-ilmuwan sosial, khususnya ilmuwan komunikasi dapat berpikir secara
filosofis dalam mengkaji fenomena yang terjadi.
v FILSAFAT
ILMU dalam ILMU KOMUNIKASI
Filsafat ilmu adalah merupakan
bagian dari filsafat
yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari
dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya
antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan
erat dengan epistemologi dan ontologi.
Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan
bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana
konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan
serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari
sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran
yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan
model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri
Ilmu
filsafat memiliki dua obyek, yakni obyek material dan obyek formal.
·
Obyek
material adalah apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi)
pembicaraan, yaitu gejala manusia di dunia yang mengembara menuju akhirat.
Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan
akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam
(kosmologi), dan filsafat tentang akhirat (teologi - filsafat ketuhanan, kata
akhirat dalam konteks hidup beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata
Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah,
saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat
dilepaskan dari yang lain. Juga pembicaraan filsafat tentang akhirat atau Tuhan
hanya sejauh yang dikenal manusia dalam dunianya.
·
Obyek
formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yang
sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang
bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis,
konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat.
Filsafat berangkat dari pengalaman konkret
manusia dalam dunianya. Pengalaman manusia yang sungguh kaya dengan segala
sesuatu yang tersirat ingin
dinyatakan secara tersurat.
Dalam proses itu intuisi
merupakan hal yang ada dalam setiap pengalaman menjadi basis bagi proses abstraksi, sehingga yang tersirat
dapat diungkapkan menjadi tersurat.
Dalam filsafat, ada filsafat pengetahuan. Segala manusia
ingin mengetahui, itu kalimat pertama Aristoteles dalam Metaphysica. Obyek materialnya adalah gejala manusia tahu. Tugas
filsafat ini adalah menyoroti gejala itu berdasarkan sebab-musabab pertamanya.
Filsafat menggali kebenaran versus kepalsuan, kepastian versus ketidakpastian,
obyektivitas versus subyektivitas, abstraksi, intuisi, dari mana asal
pengetahuan dan kemana arah pengetahuan. Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu
pengetahuan menjadi obyek material juga, dan kegiatan berfikir itu sejauh
dilakukan menurut sebab-musabab pertama menghasilkan filsafat ilmu pengetahuan. Kekhususan gejala ilmu
pengetahuan terhadap gejala pengetahuan dicermati dengan teliti. Kekhususan itu
terletak dalam cara kerja atau metode yang terdapat dalam ilmu-ilmu pengetahuan.
Tujuan
filsafat ilmu adalah :
1. Mendalami
unsure-unsur poko ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber,
hakikat dan tujuan ilmu.
2. Memahami
sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang,
sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories.
3. Menjadi
pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan
tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang alamia dan non-alamia.
4. Mendorong
pada calon ilmuan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan
mengembangkanya.
5. Mempertegas
bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada
pertentangan
Manfaat
filsafat dalam kehidupan adalah :
1.
Sebagai dasar dalam bertindak.
2.
Sebagai dasar dalam mengambil keputusan.
3.
Untuk mengurangi salah paham dan konflik.
4.
Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang
selalu berubah.
Perkembangan Ilmu
Komunikasi di Indonesia
Sejarah
Ilmu Komunikasi di Indonesia dan perkembangannya
Istilah komunikasi berasal dari kata latin, “communicatio” yang secara estimologis bersumber dari kata “communis” yang berarti sama, bersama, atau sama makna (Drs. K. Prent CM, dkk. Kamus Latin-Indonesia. 157). Jadi, apabila ada dua orang terlibat dalam komunikasi, maka komunikasi tersebut akan terjadi selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Bentuk dan cara komunikasi yang diciptakan manusia sesungguhnya terus berkembang sepanjang zaman, termasuk bahasa yang digunakan sebagai perantara.
Istilah komunikasi berasal dari kata latin, “communicatio” yang secara estimologis bersumber dari kata “communis” yang berarti sama, bersama, atau sama makna (Drs. K. Prent CM, dkk. Kamus Latin-Indonesia. 157). Jadi, apabila ada dua orang terlibat dalam komunikasi, maka komunikasi tersebut akan terjadi selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Bentuk dan cara komunikasi yang diciptakan manusia sesungguhnya terus berkembang sepanjang zaman, termasuk bahasa yang digunakan sebagai perantara.
Ilmu
komunikasi merupakan ilmu terapan dari kelompok ilmu sosial. Menurut ilmuwan,
ilmu komunikasi bersifat indisipliner karena objek materialnya sama dengan
ilmu-ilmu yang lain, terutama yang masuk ilmu sosial. Dinamakan ilmu terapan
karena dipakai untuk memecahkan masalah-masalah praktis yang dapat dirasakan
kegunaannya secara langsung dan bersifat sosial. Ilmu-ilmu terapan berhubungan
dengan perubahan atau pengawasan dari situasi-situasi paraktis,ditinjau dari
sudut kebutuhan manusia. Sementara itu, bedanya dengan ilmu yang murni
mengembangkan ilmu itu sendiri tanpa mempertimbangkan apakah ilmu tersebut
secara langsung berguna bagi masyarakat atau tidak.
Di Indonesia, ilmu komunikasi yang kita kaji saat ini sebenarnya merupakan hasil dari suatu proses perkembangan yang panjang. Status ilmu komunikasi di Indonesia diperoleh melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 107/82 Tahun 1982. Keppres itu yang kemudian membawa penyeragaman nama dari ilmu yang dikembangkan di Indonesia, termasuk ilmu komunikasi.
Di Indonesia, ilmu komunikasi yang kita kaji saat ini sebenarnya merupakan hasil dari suatu proses perkembangan yang panjang. Status ilmu komunikasi di Indonesia diperoleh melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 107/82 Tahun 1982. Keppres itu yang kemudian membawa penyeragaman nama dari ilmu yang dikembangkan di Indonesia, termasuk ilmu komunikasi.
Sebelumnya
dibeberapa universitas, terdapat beberapa nama yang berbeda, seperti di
Universitas Padjadjaran Bandung dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang
menggunakan nama Publisistik, serta Universitas Indonesia yang telah lama
mengganti nama Publisistik menjadi Ilmu Komunikasi Massa. Kajian terhadap ilmu
komunikasi sendiri dimulai dengan nama Publisistik dengan dibukanya jurusan
Publisistik pada Fakultas Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada pada tahun
1950, Akademi Penerangan pada tahun 1956, Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta
pada tahun 1953, dan pada Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat
Universitas Indonesia pada tahun 1959.
Nama
Ilmu Komunikasi Massa dan Ilmu Komunikasi sendiri baru muncul dalam berbagai
diskusi dan seminar pada awal tahun 1970-an. Beberapa tokoh yang telah berjasa
memasukkan ilmu komunikasi ke Indonesia dan kemudian mengembangkannya di
Perguruan Tinggi, antara lain Drs. Marbangun, Sundoro, Prof. Sujono Hadinoto,
Adinegoro, dan Prof. Dr. Mustopo. Pada tahun 1960-an, deretan tokoh itu
bertambah lagi dengan datangnya dua pakar dalam bidang kajian ilmu komunikasi,
yaitu Dr. Phil Astrid S. Susanto dari Jerman Barat (1964) dan Dr. M. Alwi
Dahlan dari Amerika Serikat (1967). Dalam perkembangannya, kendati telah
terjadi perkembangan yang penting mengenai paradigma ilmu komunikasi dimana
telah muncul paradigma baru yang diuraikan oleh B. Aubrey Fisher dengan sebutan
perspektif psikologis, mekanis, dan pragmatis , di Indonesia hingga saat ini
ternyata masih saja berkiprah pada paradigma lama atau klasik yang dinamakan
perspektif mekanistis. Hampir semua penelitian empiris komunikasi manusia di
Indonesia berdasar pada perspektif mekanistis dimana yang menjadi objek
penelitian adalah alam atau fisik saja.
Kekecewaan
dan kritik terhadap kajian ini memang telah tumbuh, bersamaan dengan semakin
berkembangnya teori dan pengkajian ilmu komunikasi. Namun, mekanistis masih
saja dipakai walau minat baru, gagasan baru, dan teori baru telah tumbuh dan
berkembang.
Komunikasi Massa dan
Perkembangannya di Indonesia.
Fungsi
dan unsur-unsur komunikasi massa Komunikasi massa adalah komunikasi dengan
menggunakan media massa. Komunikasi massa dikatakan sebagai suatu objek studi
karena semakin lama, peran media sebagai institusi penting dalam masyarakat
kian meningkat.
Berdasarkan
kedua hal tersebut diatas, maka komunikasi massa memiliki ciri-ciri khusus
sebagai berikut :
-Serempak
-Meluas-Segera
-Anonim(tidaksalingkenal)
-Melembaga
-Komunikasisearah
-Influence(mempengaruhi)
-Menginformasikan
Adapun unsur-unsur dalam komunikasi massa adalah sebagai berikut:
-Sumber/komunikator
-Pesan/informasi
-Saluran/media
-Penerimapesan/komunikan-Efek
Perkembangan komunikasi
massa di Indonesia
Tahun
1920-1945 Di masa ini khalayak tidak berperan secara aktif, hal ini dikarenakan
tidak diberikannya peluang bagi masyarakat untuk dapat menyalurkan gagasan,
kreasi, dan pikirannya. Masyarakat Indonesia berada dibawah tekanan penjajahan,
sehingga minat intelektual masyarakat Indonesia relatif rendah. Di sisi lain,
media berperan aktif terutama sebagai alat perjuangan. Akan tetapi keberadaan
media masih terkukung dalam semangat kedaerahan yang tak terelakkan, bahkan
sampai penjajah meninggalkan Indonesia. Kondisi ini ditambah dengan adanya
tekanan dari pemerintahan penjajah. Sensor yang teramat ketat dimana tidak ada
berita yang tersiar tanpa persetujuan gubernur jenderal membuat media tidak
dapat bergerak dengan bebas. Tahun 1945-1965 Berbeda dengan masa kemerdekaan,
di masa Orde Lama khalayak secara pasti mulai berperan secara aktif. Segala
gagasan, kreasi, dan pikiran mulai dengan bebas dituangkan khalayak di dalam
media.
Namun
walau demikian, tidak semua gagasan, kreasi, dan pikiran khalayak dapat
tersalurkan dalam media secara baik. hal ini dikarenakan sistem yang diterapkan
oleh pemerintahan penjajah kembali diterapkan (walau tidak sepenuhnya) oleh
pemerintahan Orde Lama dibawah kepemimpinan Soekarno. Peran pemerintah di masa
Orde Lama terlihat sangat dominan.
Hal
ini dibuktikan dengan adanya penerapan situasi darurat perang (SOB), dimana
Penguasa Militer Daerah Jakarta Raya mengeluarkan ketentuan ijin terbit pada 1
Oktober 1958. Aturan tersebut mengakibatkan banyak media yang diberangus dan
juga penahanan sejumlah wartawan. Aturan soal ijin terbit bagi harian dan majalah
kemudian dipertegas dengan Penpres No.6/1963. Tahun 1965- 1998 Di masa Orde
Baru, khalayak kembali berperan pasif seperti di masa kemerdekaan. Hanya saja
kondisi ini bukan dikarenakan minat intelektual masyarakat yang rendah, tetapi
lebih disebabkan karena peran pemerintah yang dominan yang mengakibatkan
masyarakat tidak dapat dengan bebas menyalurkan gagasan, kreasi, dan pikirannya
melalui media. Peran media di masa Orde Baru sebenarnya sudah lebih aktif
dibanding pada saat masa Orde Lama. Namun, lagi-lagi sistem pemerintahan
penjajah masih diterapkan oleh pemerintahan Soeharto. Represi bahkan sudah
dijalankan bahkan sejak pada awal era Orde Baru, orde yang menjanjikan
keterbukaan.
Sejumlah
Koran menjadi korban, antara lain majalah Sendi terjerat delik pers, pada 1972,
karena memuat tulisan yang dianggap menghina Kepala Negara dan keluarga. Surat
ijin terbit Sendi dicabut, pemimpin redaksi-nya dituntut di pengadilan. Setahun
kemudian, 1973, Sinar Harapan, dilarang terbit seminggu karena dianggap membocorkan
rahasia negara akibat menyiarkan Rencana Anggaran Belanja yang belum
dibicarakan di parlemen. Pada 1974, setelah meledak Persitiwa Malari, sebanyak
12 penerbitan pers dibredel, melalui pencabutan Surat Ijin Terbit (SIT). Pers
dituduh telah “menjurus ke arah usaha-usaha melemahkan sendi-sendi kehidupan
nasional, dengan mengobarkan isu-isu seperti modal asing, korupsi, dwi fungsi,
kebobrokan aparat pemerintah, pertarungan tingkat tinggi; merusak kepercayaan
masyarakat pada kepemimpinan nasional; menghasut rakyat untuk bergerak
mengganggu ketertiban dan keamanan negara; menciptakan peluang untuk
mematangkan situasi yang menjurus pada perbuatan makar.”
Pencabutan
SIT ini dipertegas dengan pencabutan Surat Ijin Cetak (SIC) yang dikeluarkan
oleh Laksus Kopkamtib Jaya Pemberangusan terhadap pers kembali terjadi pada
1978, berkaitan dengan maraknya aksi mahasiswa menentang pencalonan Soeharto
sebagai presiden. Sebanyak tujuh surat kabar di Jakarta (Kompas, Sinar Harapan,
Merdeka, Pelita, The Indonesian Times, Sinar Pagi dan Pos Sore) dibekukan
penerbitannya untuk sementara waktu hanya melalui telepon, dan diijinkan terbit
kembali setelah masing-masing pemilik Koran tersebut meminta maaf kepada
pemimpin nasional (Soeharto).
Proses
komunikasi berjalan dengan sangat selektif. Hal ini terlihat dengan adanya
golongan yang sangat dominan di dalam proses komunikasi tersebut, yakni
pemerintah. Pada era Orde Baru, pemerintahan Soeharto secara cerdik berhasil
merumuskan sistem pers baru yang “orisinil” yakni Pers Pancasila, satu
labelisasi gaya Indonesia dari konsep development journalism (atau dalam
kategori Siebert, Peterson, dan Schramm termasuk dalam jenis social
responsibility pers). Konsep “Pers Pembangunan” atau “Pers Pancasila” (sering
didefinisikan sebagai bukan pers liberal juga bukan pers komunis) secara resmi
dirumuskan pertama kali dalam Sidang Pleno Dewan Pers ke-25 di Solo pada
pertengahan 1980-an. Rumusan tersebut berbunyi: Pers Pembangunan adalah Pers
Pancasila , dalam arti pers yang orientasi sikap dan tingkah lakunya berdasar
nilai-nilai Pancasila dan UUD 45.
Pers
Pembangunan adalah Pers Pancasila, dalam arti mengamalkan Pancasila dan UUD 45
dalam pembangunan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara,
termasuk pembangunan pers itu sendiri. Hakekat Pers Pancasila adalah pers yang
sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggungjawab dalam menjalankan fungsinya
sebagai penyebar informasi yang benar dan obyektif, penyalur aspirasi rakyat
dan kontrol sosial yang konstruktif. Melalui hakekat dan fungsi itu Pers
Pancasila mengembangkan suasana saling percaya menuju masyarakat terbuka yang demokratis
dan bertanggungjawab.
Istilah
Pers Pancasila merupakan cerminan keinginan politik yang kuat dan ideologisasi
korporatis saat itu yang menghendaki pers sebagai alat pemerintah. Akibatnya
fungsi pers sebagai “penyebar informasi yang benar dan obyektif, penyalur
aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif”—seperti didefinisikan
dalam Pers Pancasila, tidak bisa terwujud. Pers Indonesia periode akhir 1970-an
hingga 1998 semata-mata menjadi corong (mouthpiece) pemerintah, kehilangan
independensi dan fungsi kontrolnya.
Berbagai pembatasan yang dibuat rezim Soeharto membuat wartawan tak bebas menulis. Pada era ini lah muncul apa yang disebut--secara sinis—sebagai “budaya telepon”. Peringatan melalui telepon ini bisa dilakukan oleh siapa saja di kalangan aparat pemerintah, untuk mencegah media menulis laporan tertentu yang tidak disukai pemerintah. Selain itu pada pertengahan 1980-an juga mulai lazim kebiasaan pejabat militer dan pemerintah berkunjung ke kantor redaksi media cetak untuk memberikan “informasi penting” dan ketentuan tak tertulis apa yang boleh dan tidak boleh ditulis.
Berbagai pembatasan yang dibuat rezim Soeharto membuat wartawan tak bebas menulis. Pada era ini lah muncul apa yang disebut--secara sinis—sebagai “budaya telepon”. Peringatan melalui telepon ini bisa dilakukan oleh siapa saja di kalangan aparat pemerintah, untuk mencegah media menulis laporan tertentu yang tidak disukai pemerintah. Selain itu pada pertengahan 1980-an juga mulai lazim kebiasaan pejabat militer dan pemerintah berkunjung ke kantor redaksi media cetak untuk memberikan “informasi penting” dan ketentuan tak tertulis apa yang boleh dan tidak boleh ditulis.
Berbagai
bentuk sensorsip ini mendorong pengelola media menggunakan gaya bahasa
eufimistik untuk menghindarkan teguran dan pembredelan. Lebih jauh lagi pers
Indonesia semakin pintar untuk melakukan swa-sensor (self censorship).
Akibatnya sebagian besar media cetak saat itu bisa dikatakan menjadi corong
pemerintah. Apapun yang dikatakan pejabat tinggi pemerintah dan militer akan
dicetak dan dijadikan laporan utama (headline) oleh pers.
Tahun
1998- sekarang Pasca 1998 setelah runtuhnya rezim Orde Baru, khalayak kembali
menggeliat aktif. Khalayak dapat sebebas-bebasnya menyalurkan gagasan, kreasi,
dan pikirannya melalui media tanpa harus ada kekhawatiran akan mendapatkan
tekanan dari pemerintah.
Begitu
juga media, dapat berperan secara aktif khususnya dalam mengambil peran sebagai
penyalur/penengah bagi khalayak dan hubungannya dengan pemerintah. Penerbitan
pers yang semula dibatasi perizinan kemudian leluasa menerbitkan media. Di
kota-kota kabupaten, bahkan kecamatan, terbit tabloid baru. Di Ujung Pandang,
misalnya, yang semula cuma memiliki 5 penerbitan pers, kurang dari setahun melonjak
mencapai lebih dari 45 penerbitan pers.
Pada
era ini jurnalisme radio mulai semarak, stasiun radio di Jakarta seperti
Elshinta, Sonora dan Trijaya FM mulai memproduksi laporan berita. Langkah itu
diikuti sejumlah stasiun radio di daerah seperti Nikoya, Banda Aceh. Permohonan
untuk pendirian stasiun radio baru mencapai 32. Sedangkan untuk media televisi,
meskipun lima stasiun TV yang terbelit utang, Departeman Penerangan sampai
Maret 1999 mengeluarkan ijin siaran untuk delapan stasiun baru, enam diantaranya
untuk siaran nasional.[21] Persoalannya frekwensi yang tersedia untuk siaran
nasional tinggal satu. Di era reformasi ini, peran pemerintah tidak dominan
dibanding era-era sebelumnya. Pemerintah memberikan kebebasan kepada media
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Perkembangan ilmu pengetahuan hingga
seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara mendadak, melainkan melalui
proses bertahap, dan evolutif. Karenanya, untuk memahami sejarah perkembangan
ilmu pengetahuan harus melakukan pembagian atau klasifikasi secara periodik.
Dalam setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan menampilkan ciri khas
tertentu. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada
peradaban Yunani. Periodisasi perkembangan ilmu dimulai dari peradaban Yunani
dan diakhiri pada zaman kontemporer, secara ringkas disusun sebagai berikut:
1. Pra Yunani Kuno Berkisar antara empat juta tahun sampai 20.000 tahun SM, disebut juga zaman batu, karena pada masa itu manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Selanjutnya pada abad ke 15 sampai 6 SM, manusia telah menemukan besi, tembaga dan perak untuk berbagai peralatan, yang pertama kali digunakan di Irak. Pada abad ke 6 SM di Yunani lahirlah filsafat, disebut the greek miracle. Beberapa faktor yang mendahului lahirnya filsafat di Yunani, yaitu:
1. Pra Yunani Kuno Berkisar antara empat juta tahun sampai 20.000 tahun SM, disebut juga zaman batu, karena pada masa itu manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Selanjutnya pada abad ke 15 sampai 6 SM, manusia telah menemukan besi, tembaga dan perak untuk berbagai peralatan, yang pertama kali digunakan di Irak. Pada abad ke 6 SM di Yunani lahirlah filsafat, disebut the greek miracle. Beberapa faktor yang mendahului lahirnya filsafat di Yunani, yaitu:
a. Mitologi bangsa Yunani
b. Kesusastraan Yunani
c. Pengaruh ilmu pengetahuan pada waktu itu sudah sampai di Timur Kuno.
2. Yunani Kuno, Zaman Yunani Kuno
merupakan awal kebangkitan filsafat secara umum, karena menjawab persoalan
disekitarnya dengan rasio dan meninggalkan kepercayaan terhadap mitologi atau
tahyul yang irrasional. Selanjutnya, Pada waktu Athena dipimpin oleh Perikles
kegiatan politik dan filsafat dapat berkembang dengan baik. Terakhir Zaman
Hellenisme, disebut sebagai zaman keemasan kebudayaan Yunani, dengan tokoh yang
berjasa adalah Iskandar Agung (356 – 323 SM) dari Macedonia, salah seorang
murid Aristoteles.
3. Zaman Pertengahan ditandai dengan tampilnya pada
teolog di lapangan ilmu pengetahuan. Para ilmuwannya hampir semua adalah para
teolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan
yang berlaku bagi ilmu pada masa itu adalah ancilla theologia atau abdi agama.
4. Zaman Renaissance Renaissance
berarti lahir kembali (rebirth), yaitu dilahirkannya kembali sebagai manusia
yang bebas untuk berpikir. Zaman ini menjadi indikator bangkitnya kembali
independensi rasionalitas manusia, karena sudah tercatat banyaknya penemuan
spektakuler, seperti teori heliosentris oleh Copernicus, yang merupakan
pemikiran revolusioner, dan kemudian didukung oleh Johanes Kepler (1571 – 1630)
dan Galileo Galilei (1564 – 1642).
5. Zaman Modern Dikenal juga sebagai
masa Rasionalisme, yang tumbuh di zaman modern dengan tokoh utama yaitu Rene
Descartes (1596 – 1650) yang dikenal sebagai Bapak Filsafat Modern, Spinoza
(1633 – 1677), dan Leibniz (1646 - 1716). Descartes memperkenalkan metode
berpikir deduktif logis yang umumnya diterapkan untuk ilmu alam.
6. Zaman Kontemporer, pada abad ke
20 hingga sekarang, bidang fisika menempati kedudukan paling tinggi dan banyak
dibicarakan oleh para filsuf. Menurut Trout, fisika dipandang sebagai dasar
ilmu pengetahuan yang subjek materinya mengandung unsur-unsur fundamental yang
membentuk alam semesta.
Uraian sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan diatas pembahasannya biasanya mengacu kepada pemikiran filsafat di
Barat. Hal ini dapat mencerminkan perkembangan ilmu pengetahuan secara utuh
karena dalam filsafat Barat unsur mitos dapat lenyap sama sekali dan menonjol
dalam unsur rasio. Diawali dari periode filsafat Yunani yang penting dalam
peradaban manusia, karena waktu itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari
mite-mite menjadi lebih rasionil. Manusia menjadi lebih proaktif dan kreatif
menjadikan alam sebagai objek penelitian dan pengkajian.
Sejarah filsafat merupakan metode
yang banyak digunakan dan sangat penting dalam mempelajari filsafat dan ilmu
pengetahuan. Sejarah filsafat juga merupakan subject matter dalam belajar
filsafat yang merupakan alat untuk mengenal filsafat dan ilmu pengetahuan pada
umumnya. Dengan melihat sejarah sebagai suatu urutan kejadian yang saling
berhubungan sehingga suatu kejadian tidak terjadi begitu saja dan diartikan
sebagai fenomena tersendiri dan mencermati makna dibalik urutan kejadian
pemikirannya, menjadikan sejarah sebagai suatu metode dalam mempelajari
filsafat yang pada akhirnya dapat dipelajari ilmu pengetahuan secara mendalam.
Dari proses ini kemudian ilmu
berkembang dari rahim filsafat, yang pada akhirnya dapat dinikmati dalam bentuk
teknologi.