Rabu, 05 Desember 2012

FILSAFAT


v  FILSAFAT SEBAGAI AKAR ILMU KOMUNIKASI
ANALISIS POHON KOMUNIKASI
          Akar komunikasi, landasan ilmiah komunikasi merupukan perspektif yang dilandasi oleh pemikiran yang bertujuan untuk mengungkap asal-usul ilmu komunikasi dan selanjutnya bertugas untuk membangun teori-teori baru/pemikiran baru sebagai hasil pengembangan ilmu komunikasi. Adapun yang menjadikan akar ilmu komunikasi adalah filsafat, psikologi, psikologi social, sosiologi, antropologi, biologi, fisika dan matematika.
          Batang dan dahan komunikasi merupakan pengembangan teoritis dan aplikatif yang mencakup teori-teori komunikasi dan pengembangannya. Dahan-dahan ilmu komunikasi terdiri dari : komunikasi dalam diri manusia, komunikasi antar personal, komunikasi kelompok, komunikasi publik, komunikasi organisasi, komunikasi massa, komunikasi internasional, komunikasi global, komunikasi budaya dan komunikasi antarbudaya. Sebagai suatu fenomena, komunikasi di dalam tulisan ini akan diuraikan melalui pendekatan personal, pendekatan publik dan pendekatan massa.
1.    Pendekatan Personal
adalah pendekatan berdasarkan sasaran social. Pendekatan personal ini di bahas melalui ranting-ranting dari dahan intrapersonal yaitu mulai dari proses :
a.    Penyerapan (sensasi), terdiri dari mendengar, melihat, mencium, menyentuh dan merasa.
b.    Memilah > mengorganisasikan/mengklasifikasikan stimulus.
c.    Memilih, yaitu mengambil salah satu dari golongan/ klasifikasi stimulus.
d.   Asosiasi, proses menyamakan gambar dari stimulus yang dating dengan gambaran masa lalu.
e.    Persepsi, melalui konsep perhatian yang terdiri dari pehatian internal, eksternal, fungsional dan struktural.
f.     Memori > terdiri dari: proses memori, jenis memori dan mekanisme memori.
g.    Berpikir > terdiri dari: berpikir induktif, deduktif dan evaluative.
    

          Komunikasi antarpersonal terdiri dari komunikasi diadik dan kelompok.
·      Komunikasi diadik terdiri dari komunikasi: transendental, surat menyurat, percakapan, gerak-gerik.
·      Komunikasi kelompok terdiri dari: diskusi, ceramah, kuliah, rapat, seminar, simposium, loka karya, dsb. Kelompok besar: rapat akbar dan pidato.
2.    Pendekatan Publik
Publik merupakan sekelompok orang yang memiliki minat yang sama terhadap suatu masalah yang sifatnya bertentangan. Terdiri dari dua dahan dasar, yakni komunikasi publik dan komunikasi organisasi.
          Komunikasi publik terdiri dari: hubungan publik, kampanye komunikasi publik, propaganda, provokasi dan pameran.
·      Hubungan publik terdiri atas corporate public relations, government public relations dan public relations consultant.
·      Kampanye komunikasi publik terdiri atas kampanye sosial, seperti kampanye kesehatan, pariwisata, anti narkoba, dll.
·      Propaganda meliputi segala bidang kehidupan manusia yang dilakukan terutama dalam situasi konfrontasi, kompetitif dan konkurensi.
·      Provokasi merupakan cara lain dari propaganda yang berarti menggerakkan sesuatu dengan jalan menimbulkan pergerakan.
·      Pameran adalah bentuk komunikasi yang bersifat space dan time organized. Macam-macam pameran antara lain: display/pajangan, show/pertunjukan, bazaar, exposition, exhibition dan fair.
3.    Pendekatan Massa
adalah pendekatan melalui sasaran yang tersebar dimana-mana, sifatnya heterogen, anonim dan terlibat dalam penggunaan media massa. Terdiri dari mediated mass communication, combine media dan nonmedia.
·      Mediated mass communication terdiri dari jurnalistik dan advertising. Dalam jurnalistik di uraikan news, views dan fungsi dalam advertising akan di uraikan industrial advertising, retail advertising, trade advertising, national advertising, profesioanl advertising, mail order advertising dan nonproduct advertising.
·      Combine media dan nonmedia akan diuraikan mengenai komunikasi internasional, komunikasi global, komunikasi budaya dan komunikasi antar budaya.
          Selain itu di uraikan juga tentang pengertian dan teori-teori yang berhubungan dengan komunikasi organisasi yang lebih menekankan pada sistem. Sistem adalah kumpulan dari komponen-komponen satu sama lain saling berhubungan, saling mempengaruhi, baik secara struktur maupun fungsional. Komunikasi organisasi terdiri dari komunikasi: pemerintah, perusahaan, bisnis, manajemen, organisasi politik.

FILSAFAT SEBAGAI AKAR ILMU KOMUNIKASI  
          Ilmu pengetahuan merupakan suatu proses mencari keteraturan serta susunan berbagai fenomena. Ilmu adalah proses yang mengungkapkan suatu tatanan yang tidak teratur.
·      Kuhn (1970) memandang ilmu sebagai suatu aktivitas untuk memecahkan teka-teki.
·      Ravetz (1973) mengatakan bahwa ilmu sejak dulu sudah dipandang sebagai pencarian kebenaran.
·      Kibler (1970) membantah bahwa pendekatan ilmu melibatkan sejumlah upaya untuk membuat probabilitas serta menghimpun kebenaran bukan membuat kebenaran.
          Dalam pengertian yang tegas, hukum-hukum perilaku manusia itu harus bersifat universal dan juga berlaku sepanjang masa. Keteraturan dalam komunikasi manusia nampaknya merupakan fungsi dari sedikitnya 5 faktor:
1.    Hukum alam, fisiologi, biologi, psikologi, dan bahkan fisika yang memungkinkan tindakan  atau gerakan tertentu.
2.    Rules (norma-norma budaya) yang ada pada diri setiap orang dalam sistem regional atau sosial, meskipun pada tingkat yang kurang disadari.
3.    Sifat-sifat pribadi, merupakan predis posisi, pola-pola personal atau tindakan-tindakan yang bersifat habitual yang telah dan sedang berkembang pada diri individu.
4.    Pola-pola relasional, merupakan tindakan yang bisa diramaikan yaitu pada situasi komunikasi kelompok real.
5.    Pola-pola perilaku yang disadari, merupakan sejumlah kecil pola pemikiran yang relatif dapat menggambarkan semua bentuk perilaku komunikasi.
          Filsafat sebagai akar ilmu komunikasi dapat diuraikan melalui sejarah, prinsip-prinsip metodologi, klasifikasi dan strategi pengembangan ilmu. Dalam hal ini akan diuraikan mengenai filsafat dan filsafat ilmu. Filsafat akan dijelaskan mengenai pengertian, cici-ciri berfikir filsafat, gaya berfilsafat, cabang-cabang filsafat serta prinsip-prinsip dalam filsafat. Filsafat ilmu akan dijelaskan mengenai pengertian objek formal dan objek material, tujuan, serta implikasi filsafat ilmu. Sebagai kajian, filsafat ilmu akan diuraikan melalui pilar utama filsafat yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
          Sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan tidak akan pernah terlepas dari perkembangan sejarah yang dimulai dari zaman Yunani kuno hingga masa modern sekarang ini. Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran paradigma yang sangat menonjol dalam ilmu pengetahuan. Akar perkembangan ilmu pengetahuan dunia Barat berdasarkan pada tradisi Yunani yang tokohnya sangat terkenal yaitu Plato dan Aristoteles dengan paham ethos, pathos dan logos.
·      Ethos mengajarkan ilmuan tentang pentingnya rambu-rambu normatif dalam pengembangan ilmu yang merupakan kunci utama bagi hubungan antara produk ilmu dengan masyarakat.
·      Pathos merupakan komponen kedua yang menyangkut unsur emosi atau rasa yang ada dalam diri manusiasebagai makhluk yang selalu mencintai keindahan, penghargaan, sehingga hidup tidak dirasakan kaku/monoton.
·      Logos merupakan komponen terakhir filsafat yang membimbing para ilmuan untuk mengambil suatu keputusan berdasarkan pemikiran rasional dan nalar.
          Komponen lain dari filsafat ilmu yang paling penting adalah komponen piker, terdiri dari etika, logika, estetika. Komponen inilah yang akan bersinergi dengan aspek kajian yang sudah di uraikan di muka, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi sehingga menghasilkan poros pikir filsafat yang di gemakan oleh Aristoteles dengan ethos, pathos dan logos.
          Bahasan filsafat ilmu yang sangat penting untuk dikaji disamping sejarah adalah masalah metodologi. Unsur lain adalah unsur klasifikasi ilmu pengetahuan. Unsur lain yang tidak bisa di abaikan dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah berbagai perubahan paradigma yang menurut Thomas Kuhn merupakan pendorong terjadinya perubahan besar-besaran dalam ilmu pengetahuan. Akhirnya klasifikasi epistemologis tentang sifat dan jenis ilmu yang di kemukakan oleh Jurgen Habermas yang menekankan pada interrelasi diantara jenis ilmu yang satu dengan yang lainnya perlu mendapatkan perhatian pula.
         


vFILSAFAT ILMU
A.           KAITAN TEORI KOMUNIKASI DENGAN FILSAFAT ILMU DALAM MEMBANGUN FILSAFAT KOMUNIKASI UNTUK MENCAPAI KEBENARAN
          Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Filsafat ilmu merupakan bagian dari epis­temologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).
          Filsafat ilmu menggambarkan/menjelaskan mengenai duduk perkara ilmu dan yang tak kurang penting adalah mengenai batas-batas kemampuannya. Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filosofis yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu, seperti:
1.       Membicarakan pengetahuan itu sendiri, membahas semua objek, hasilnya adalah pengetahuan filsafat.
2.       Membicarakan sumber pengetahuan dan cara memperoleh pengetahuan.
3.       Membicarakan guna pengetahuan.
          Filsafat ilmu dan penelitian keilmuan komunikasi
          Pada ilmu komunikasi, dalam upaya untuk menemukan kebenaran, mendasarkan dirinya kepada beberapa kriteria kebenaran. Kriteria tersebut disebut pula sebagai "teori", yaitu kriteria koherensi, korespondensi, dll..
·    Koherensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kriteria tentang konsistensi suatu argumentasi.
·    Korespondensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri pada kriteria tentang kesesuaian antara mated yang dikandung oleh suatu pernyataan dengan objek yang dikenai pernyataan tersebut.
·    Pragmatisme merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri pada kriteria tentang berfungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam lingkup ruang dan waktu tertentu.
          Ilmu pengetahuan memberikan kerangka melalui metode-metode, seperti: empirical, testable, falsifiable, repli­cable, public, self correcting, measurable, objective, skeptical, dan heuristic.
·    Empirical, teori komunikasi diuji dan diperoleh dengan menggunakan metode penelitian menurut empirisme.
·    Testable, pemikiran, hipotesis, atau pun teori tersebut dapat diuji kebenarannya.
·    Falsifiable, Teori komunikasi harus berani untuk dipersalahkan atau disangkal.
·    Replicable, teori komunikasi hendaknya dapat diulang atau dipraktikkan oleh orang lain.
·    Public, teori komunikasi agar dapat dipublikasikan atau disimpan di suatu perpustakaan umum.
·    Self correcting, temuan-temuan ilmiah dalam ilmu komunikasi maupun me­tode-metodenya harus terus-menerus memperoleh perbaikan-perbaikan.
·    Measurable, Pengukuran pada ilmu komunikasi merupakan upaya kunatifikasi, baik melalui pencatatan jumlah kejadian, kognisi, sikap, maupun perilaku.
·    Objective, teori atau temuan-temuan ilmiah lainnya harus berada di luar sikap dan keyakinan pribadinya.
·    Skeptical, skeptis atau meragukan terlebih dahulu atau tidak menerima begitu saja sebelum mmebuktikannya.
·    Heuristic, harus membawa pada hipotesis, teori, dan penemuan lebih lanjut.
          Tema Ontologis:
        Ontologis adalah sifat gejala atau fenomena yang kita ketahui.
        Tema Epistemologis:
        Epistemologi bersangkutan dengan metode dan prosedur dalam menguji dugaan-dugaan sementara.
        Tema Perspektif:
        Perspektif sebuah teori adalah sudut pandang atau fokus teori tersebut. Perspektif membimbing ahli teori dalam memilih apa yang difokuskan dan apa yang harus dibuang; bagaimana menjelaskan proses dan bagaimana mengonseptualisasikan apa yang diamati.


        Berikut ini beberapa perspektif yang kita kenal dafam bidang komunikasi:
1. Perspektif tingkah laku, yaitu menekankan pada stimuli dan respons.
2. Perspektif transmisi yaitu memandang bahwa komunikasi terjadi secara timbal balik.
3. Perspektif transaksi yaitu menekankan pada pembagian. Perspektif ini memandang komunikasi sebagai sesuatu, di mana semua partisipan (peserta) terlibat se­cara aktif
          Tema Aksiologis:
          Aksiologi adalah cabang filsafat yang mengkaji nilai-nilai. Tiga masalah mendasar yang menyangkut aksiologi, yaitu:
1.       Apakah suatu teori bebas nilai?
2.       Sejauhmana pengaruh praktik penelitian terhadap objek yang dipelajari?
3.       Sejauhmana ilmu berupaya mencapai perubahan sosial?
          Dalam persoalan aksiologis ini terdapat 2 (dua) posisi u­mum, yakni: Pertama, ilmu yang sadar nilai. Kedua, ilmu yang bernilai percaya bahwa ilmu menjauhkan diri dari nilai-nilai.
          Adapun tujuan utama ilmu komunikasi adalah teori. Teori komunikasi bukan hanya seperangkat spekulasi, tetapi seperangkat pernyataan (statement) yang sangat teroganisasi sedemikian rupa sehingga saling terkait secara logis dan teruji secara empirik. Teori-teori komunikasi dapat digunakan untuk eksplanasi, prediksi, serta mengendalikan perilaku komunikasi manusia. Filsafat sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan masalah pengetahuan dan realita.
          Pengujian filosofis dike­lompokan menjadi 4 (empat) tema, yaitu:
1. Tema ontologi, mengenai masalah eksistensi
2. Tema epistemologi, mengenai masalah pengetahuan
3. Tema perspektif, mengenai masalah fokus
4. Tema aksiologi, mengenai masalah nilai
          Filsafat menyerahkan daerah yang sudah dimenangkannya kepada ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, sehingga masing-masing ilmu pengetahuan dapat mengembangkan teori-teorinya, baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial yang bermula sebagai filsafat. Di mana teori komunikasi merupakan landasan berkembangnya ilmu komunikasi. Sementara filsafat ilmu mengkaji hakikat ilmu. Perpaduan antara ilmu komunikasi dengan filsafat akan memunculkan apa yang disebut filsafat ilmu komunikasi. Oleh karenanya, filsafat menjadi akar atau landasan ilmiah komunikasi untuk terus menguatkan dan mengembangkan ilmu komunikasi itu sendiri.
          Di sini filsafat menjadi salah satu akar ilmu komunikasi yang bertujuan agar ilmuwan-ilmuwan sosial, khususnya ilmuwan komunikasi dapat berpikir secara filosofis dalam mengkaji fenomena yang terjadi.

v  FILSAFAT ILMU dalam ILMU KOMUNIKASI
Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri
Ilmu filsafat memiliki dua obyek, yakni obyek material dan obyek formal.
·         Obyek material adalah apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu gejala manusia di dunia yang mengembara menuju akhirat. Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat (teologi - filsafat ketuhanan, kata akhirat dalam konteks hidup beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Juga pembicaraan filsafat tentang akhirat atau Tuhan hanya sejauh yang dikenal manusia dalam dunianya.
·         Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat.
Filsafat berangkat dari pengalaman konkret manusia dalam dunianya. Pengalaman manusia yang sungguh kaya dengan segala sesuatu yang tersirat ingin dinyatakan secara tersurat. Dalam proses itu intuisi merupakan hal yang ada dalam setiap pengalaman menjadi basis bagi proses abstraksi, sehingga yang tersirat dapat diungkapkan menjadi tersurat.
Dalam filsafat, ada filsafat pengetahuan. Segala manusia ingin mengetahui, itu kalimat pertama Aristoteles dalam Metaphysica. Obyek materialnya adalah gejala manusia tahu. Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu berdasarkan sebab-musabab pertamanya. Filsafat menggali kebenaran versus kepalsuan, kepastian versus ketidakpastian, obyektivitas versus subyektivitas, abstraksi, intuisi, dari mana asal pengetahuan dan kemana arah pengetahuan. Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi obyek material juga, dan kegiatan berfikir itu sejauh dilakukan menurut sebab-musabab pertama menghasilkan filsafat ilmu pengetahuan. Kekhususan gejala ilmu pengetahuan terhadap gejala pengetahuan dicermati dengan teliti. Kekhususan itu terletak dalam cara kerja atau metode yang terdapat dalam ilmu-ilmu pengetahuan.

Tujuan filsafat ilmu adalah :
1.      Mendalami unsure-unsur poko ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2.      Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories.
3.      Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang alamia dan non-alamia.
4.      Mendorong pada calon ilmuan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkanya.
5.      Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan
Manfaat filsafat dalam kehidupan adalah :
1.      Sebagai dasar dalam bertindak.
2.      Sebagai dasar dalam mengambil keputusan.
3.      Untuk mengurangi salah paham dan konflik.
4.      Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.
Perkembangan Ilmu Komunikasi di Indonesia
Sejarah Ilmu Komunikasi di Indonesia dan perkembangannya
Istilah komunikasi berasal dari kata latin, “communicatio” yang secara estimologis bersumber dari kata “communis” yang berarti sama, bersama, atau sama makna (Drs. K. Prent CM, dkk. Kamus Latin-Indonesia. 157). Jadi, apabila ada dua orang terlibat dalam komunikasi, maka komunikasi tersebut akan terjadi selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Bentuk dan cara komunikasi yang diciptakan manusia sesungguhnya terus berkembang sepanjang zaman, termasuk bahasa yang digunakan sebagai perantara.
Ilmu komunikasi merupakan ilmu terapan dari kelompok ilmu sosial. Menurut ilmuwan, ilmu komunikasi bersifat indisipliner karena objek materialnya sama dengan ilmu-ilmu yang lain, terutama yang masuk ilmu sosial. Dinamakan ilmu terapan karena dipakai untuk memecahkan masalah-masalah praktis yang dapat dirasakan kegunaannya secara langsung dan bersifat sosial. Ilmu-ilmu terapan berhubungan dengan perubahan atau pengawasan dari situasi-situasi paraktis,ditinjau dari sudut kebutuhan manusia. Sementara itu, bedanya dengan ilmu yang murni mengembangkan ilmu itu sendiri tanpa mempertimbangkan apakah ilmu tersebut secara langsung berguna bagi masyarakat atau tidak.
Di Indonesia, ilmu komunikasi yang kita kaji saat ini sebenarnya merupakan hasil dari suatu proses perkembangan yang panjang. Status ilmu komunikasi di Indonesia diperoleh melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 107/82 Tahun 1982. Keppres itu yang kemudian membawa penyeragaman nama dari ilmu yang dikembangkan di Indonesia, termasuk ilmu komunikasi.
Sebelumnya dibeberapa universitas, terdapat beberapa nama yang berbeda, seperti di Universitas Padjadjaran Bandung dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang menggunakan nama Publisistik, serta Universitas Indonesia yang telah lama mengganti nama Publisistik menjadi Ilmu Komunikasi Massa. Kajian terhadap ilmu komunikasi sendiri dimulai dengan nama Publisistik dengan dibukanya jurusan Publisistik pada Fakultas Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada pada tahun 1950, Akademi Penerangan pada tahun 1956, Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta pada tahun 1953, dan pada Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat Universitas Indonesia pada tahun 1959.
Nama Ilmu Komunikasi Massa dan Ilmu Komunikasi sendiri baru muncul dalam berbagai diskusi dan seminar pada awal tahun 1970-an. Beberapa tokoh yang telah berjasa memasukkan ilmu komunikasi ke Indonesia dan kemudian mengembangkannya di Perguruan Tinggi, antara lain Drs. Marbangun, Sundoro, Prof. Sujono Hadinoto, Adinegoro, dan Prof. Dr. Mustopo. Pada tahun 1960-an, deretan tokoh itu bertambah lagi dengan datangnya dua pakar dalam bidang kajian ilmu komunikasi, yaitu Dr. Phil Astrid S. Susanto dari Jerman Barat (1964) dan Dr. M. Alwi Dahlan dari Amerika Serikat (1967). Dalam perkembangannya, kendati telah terjadi perkembangan yang penting mengenai paradigma ilmu komunikasi dimana telah muncul paradigma baru yang diuraikan oleh B. Aubrey Fisher dengan sebutan perspektif psikologis, mekanis, dan pragmatis , di Indonesia hingga saat ini ternyata masih saja berkiprah pada paradigma lama atau klasik yang dinamakan perspektif mekanistis. Hampir semua penelitian empiris komunikasi manusia di Indonesia berdasar pada perspektif mekanistis dimana yang menjadi objek penelitian adalah alam atau fisik saja.
Kekecewaan dan kritik terhadap kajian ini memang telah tumbuh, bersamaan dengan semakin berkembangnya teori dan pengkajian ilmu komunikasi. Namun, mekanistis masih saja dipakai walau minat baru, gagasan baru, dan teori baru telah tumbuh dan berkembang.
Komunikasi Massa dan Perkembangannya di Indonesia.
Fungsi dan unsur-unsur komunikasi massa Komunikasi massa adalah komunikasi dengan menggunakan media massa. Komunikasi massa dikatakan sebagai suatu objek studi karena semakin lama, peran media sebagai institusi penting dalam masyarakat kian meningkat.
Berdasarkan kedua hal tersebut diatas, maka komunikasi massa memiliki ciri-ciri khusus sebagai berikut :
-Serempak
-Meluas-Segera
-Anonim(tidaksalingkenal)
-Melembaga
-Komunikasisearah
-Influence(mempengaruhi)
-Menginformasikan

Adapun unsur-unsur dalam komunikasi massa adalah sebagai berikut:
-Sumber/komunikator
-Pesan/informasi
-Saluran/media
-Penerimapesan/komunikan-Efek
Perkembangan komunikasi massa di Indonesia 
Tahun 1920-1945 Di masa ini khalayak tidak berperan secara aktif, hal ini dikarenakan tidak diberikannya peluang bagi masyarakat untuk dapat menyalurkan gagasan, kreasi, dan pikirannya. Masyarakat Indonesia berada dibawah tekanan penjajahan, sehingga minat intelektual masyarakat Indonesia relatif rendah. Di sisi lain, media berperan aktif terutama sebagai alat perjuangan. Akan tetapi keberadaan media masih terkukung dalam semangat kedaerahan yang tak terelakkan, bahkan sampai penjajah meninggalkan Indonesia. Kondisi ini ditambah dengan adanya tekanan dari pemerintahan penjajah. Sensor yang teramat ketat dimana tidak ada berita yang tersiar tanpa persetujuan gubernur jenderal membuat media tidak dapat bergerak dengan bebas. Tahun 1945-1965 Berbeda dengan masa kemerdekaan, di masa Orde Lama khalayak secara pasti mulai berperan secara aktif. Segala gagasan, kreasi, dan pikiran mulai dengan bebas dituangkan khalayak di dalam media.
Namun walau demikian, tidak semua gagasan, kreasi, dan pikiran khalayak dapat tersalurkan dalam media secara baik. hal ini dikarenakan sistem yang diterapkan oleh pemerintahan penjajah kembali diterapkan (walau tidak sepenuhnya) oleh pemerintahan Orde Lama dibawah kepemimpinan Soekarno. Peran pemerintah di masa Orde Lama terlihat sangat dominan.
Hal ini dibuktikan dengan adanya penerapan situasi darurat perang (SOB), dimana Penguasa Militer Daerah Jakarta Raya mengeluarkan ketentuan ijin terbit pada 1 Oktober 1958. Aturan tersebut mengakibatkan banyak media yang diberangus dan juga penahanan sejumlah wartawan. Aturan soal ijin terbit bagi harian dan majalah kemudian dipertegas dengan Penpres No.6/1963. Tahun 1965- 1998 Di masa Orde Baru, khalayak kembali berperan pasif seperti di masa kemerdekaan. Hanya saja kondisi ini bukan dikarenakan minat intelektual masyarakat yang rendah, tetapi lebih disebabkan karena peran pemerintah yang dominan yang mengakibatkan masyarakat tidak dapat dengan bebas menyalurkan gagasan, kreasi, dan pikirannya melalui media. Peran media di masa Orde Baru sebenarnya sudah lebih aktif dibanding pada saat masa Orde Lama. Namun, lagi-lagi sistem pemerintahan penjajah masih diterapkan oleh pemerintahan Soeharto. Represi bahkan sudah dijalankan bahkan sejak pada awal era Orde Baru, orde yang menjanjikan keterbukaan.
Sejumlah Koran menjadi korban, antara lain majalah Sendi terjerat delik pers, pada 1972, karena memuat tulisan yang dianggap menghina Kepala Negara dan keluarga. Surat ijin terbit Sendi dicabut, pemimpin redaksi-nya dituntut di pengadilan. Setahun kemudian, 1973, Sinar Harapan, dilarang terbit seminggu karena dianggap membocorkan rahasia negara akibat menyiarkan Rencana Anggaran Belanja yang belum dibicarakan di parlemen. Pada 1974, setelah meledak Persitiwa Malari, sebanyak 12 penerbitan pers dibredel, melalui pencabutan Surat Ijin Terbit (SIT). Pers dituduh telah “menjurus ke arah usaha-usaha melemahkan sendi-sendi kehidupan nasional, dengan mengobarkan isu-isu seperti modal asing, korupsi, dwi fungsi, kebobrokan aparat pemerintah, pertarungan tingkat tinggi; merusak kepercayaan masyarakat pada kepemimpinan nasional; menghasut rakyat untuk bergerak mengganggu ketertiban dan keamanan negara; menciptakan peluang untuk mematangkan situasi yang menjurus pada perbuatan makar.”
Pencabutan SIT ini dipertegas dengan pencabutan Surat Ijin Cetak (SIC) yang dikeluarkan oleh Laksus Kopkamtib Jaya Pemberangusan terhadap pers kembali terjadi pada 1978, berkaitan dengan maraknya aksi mahasiswa menentang pencalonan Soeharto sebagai presiden. Sebanyak tujuh surat kabar di Jakarta (Kompas, Sinar Harapan, Merdeka, Pelita, The Indonesian Times, Sinar Pagi dan Pos Sore) dibekukan penerbitannya untuk sementara waktu hanya melalui telepon, dan diijinkan terbit kembali setelah masing-masing pemilik Koran tersebut meminta maaf kepada pemimpin nasional (Soeharto).
Proses komunikasi berjalan dengan sangat selektif. Hal ini terlihat dengan adanya golongan yang sangat dominan di dalam proses komunikasi tersebut, yakni pemerintah. Pada era Orde Baru, pemerintahan Soeharto secara cerdik berhasil merumuskan sistem pers baru yang “orisinil” yakni Pers Pancasila, satu labelisasi gaya Indonesia dari konsep development journalism (atau dalam kategori Siebert, Peterson, dan Schramm termasuk dalam jenis social responsibility pers). Konsep “Pers Pembangunan” atau “Pers Pancasila” (sering didefinisikan sebagai bukan pers liberal juga bukan pers komunis) secara resmi dirumuskan pertama kali dalam Sidang Pleno Dewan Pers ke-25 di Solo pada pertengahan 1980-an. Rumusan tersebut berbunyi: Pers Pembangunan adalah Pers Pancasila , dalam arti pers yang orientasi sikap dan tingkah lakunya berdasar nilai-nilai Pancasila dan UUD 45.
Pers Pembangunan adalah Pers Pancasila, dalam arti mengamalkan Pancasila dan UUD 45 dalam pembangunan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, termasuk pembangunan pers itu sendiri. Hakekat Pers Pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggungjawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan obyektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif. Melalui hakekat dan fungsi itu Pers Pancasila mengembangkan suasana saling percaya menuju masyarakat terbuka yang demokratis dan bertanggungjawab.
Istilah Pers Pancasila merupakan cerminan keinginan politik yang kuat dan ideologisasi korporatis saat itu yang menghendaki pers sebagai alat pemerintah. Akibatnya fungsi pers sebagai “penyebar informasi yang benar dan obyektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif”—seperti didefinisikan dalam Pers Pancasila, tidak bisa terwujud. Pers Indonesia periode akhir 1970-an hingga 1998 semata-mata menjadi corong (mouthpiece) pemerintah, kehilangan independensi dan fungsi kontrolnya.
Berbagai pembatasan yang dibuat rezim Soeharto membuat wartawan tak bebas menulis. Pada era ini lah muncul apa yang disebut--secara sinis—sebagai “budaya telepon”. Peringatan melalui telepon ini bisa dilakukan oleh siapa saja di kalangan aparat pemerintah, untuk mencegah media menulis laporan tertentu yang tidak disukai pemerintah. Selain itu pada pertengahan 1980-an juga mulai lazim kebiasaan pejabat militer dan pemerintah berkunjung ke kantor redaksi media cetak untuk memberikan “informasi penting” dan ketentuan tak tertulis apa yang boleh dan tidak boleh ditulis.
Berbagai bentuk sensorsip ini mendorong pengelola media menggunakan gaya bahasa eufimistik untuk menghindarkan teguran dan pembredelan. Lebih jauh lagi pers Indonesia semakin pintar untuk melakukan swa-sensor (self censorship). Akibatnya sebagian besar media cetak saat itu bisa dikatakan menjadi corong pemerintah. Apapun yang dikatakan pejabat tinggi pemerintah dan militer akan dicetak dan dijadikan laporan utama (headline) oleh pers.
Tahun 1998- sekarang Pasca 1998 setelah runtuhnya rezim Orde Baru, khalayak kembali menggeliat aktif. Khalayak dapat sebebas-bebasnya menyalurkan gagasan, kreasi, dan pikirannya melalui media tanpa harus ada kekhawatiran akan mendapatkan tekanan dari pemerintah.
Begitu juga media, dapat berperan secara aktif khususnya dalam mengambil peran sebagai penyalur/penengah bagi khalayak dan hubungannya dengan pemerintah. Penerbitan pers yang semula dibatasi perizinan kemudian leluasa menerbitkan media. Di kota-kota kabupaten, bahkan kecamatan, terbit tabloid baru. Di Ujung Pandang, misalnya, yang semula cuma memiliki 5 penerbitan pers, kurang dari setahun melonjak mencapai lebih dari 45 penerbitan pers.
Pada era ini jurnalisme radio mulai semarak, stasiun radio di Jakarta seperti Elshinta, Sonora dan Trijaya FM mulai memproduksi laporan berita. Langkah itu diikuti sejumlah stasiun radio di daerah seperti Nikoya, Banda Aceh. Permohonan untuk pendirian stasiun radio baru mencapai 32. Sedangkan untuk media televisi, meskipun lima stasiun TV yang terbelit utang, Departeman Penerangan sampai Maret 1999 mengeluarkan ijin siaran untuk delapan stasiun baru, enam diantaranya untuk siaran nasional.[21] Persoalannya frekwensi yang tersedia untuk siaran nasional tinggal satu. Di era reformasi ini, peran pemerintah tidak dominan dibanding era-era sebelumnya. Pemerintah memberikan kebebasan kepada media sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Perkembangan ilmu pengetahuan hingga seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara mendadak, melainkan melalui proses bertahap, dan evolutif. Karenanya, untuk memahami sejarah perkembangan ilmu pengetahuan harus melakukan pembagian atau klasifikasi secara periodik. Dalam setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan menampilkan ciri khas tertentu. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani. Periodisasi perkembangan ilmu dimulai dari peradaban Yunani dan diakhiri pada zaman kontemporer, secara ringkas disusun sebagai berikut:

            1. Pra Yunani Kuno Berkisar antara empat juta tahun sampai 20.000 tahun SM, disebut juga zaman batu, karena pada masa itu manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Selanjutnya pada abad ke 15 sampai 6 SM, manusia telah menemukan besi, tembaga dan perak untuk berbagai peralatan, yang pertama kali digunakan di Irak. Pada abad ke 6 SM di Yunani lahirlah filsafat, disebut the greek miracle. Beberapa faktor yang mendahului lahirnya filsafat di Yunani, yaitu:
a. Mitologi bangsa Yunani
b. Kesusastraan Yunani
c. Pengaruh ilmu pengetahuan pada waktu itu sudah sampai di Timur Kuno.
2. Yunani Kuno, Zaman Yunani Kuno merupakan awal kebangkitan filsafat secara umum, karena menjawab persoalan disekitarnya dengan rasio dan meninggalkan kepercayaan terhadap mitologi atau tahyul yang irrasional. Selanjutnya, Pada waktu Athena dipimpin oleh Perikles kegiatan politik dan filsafat dapat berkembang dengan baik. Terakhir Zaman Hellenisme, disebut sebagai zaman keemasan kebudayaan Yunani, dengan tokoh yang berjasa adalah Iskandar Agung (356 – 323 SM) dari Macedonia, salah seorang murid Aristoteles.
3. Zaman Pertengahan            ditandai dengan tampilnya pada teolog di lapangan ilmu pengetahuan. Para ilmuwannya hampir semua adalah para teolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa itu adalah ancilla theologia atau abdi agama.
4. Zaman Renaissance Renaissance berarti lahir kembali (rebirth), yaitu dilahirkannya kembali sebagai manusia yang bebas untuk berpikir. Zaman ini menjadi indikator bangkitnya kembali independensi rasionalitas manusia, karena sudah tercatat banyaknya penemuan spektakuler, seperti teori heliosentris oleh Copernicus, yang merupakan pemikiran revolusioner, dan kemudian didukung oleh Johanes Kepler (1571 – 1630) dan Galileo Galilei (1564 – 1642).
5. Zaman Modern Dikenal juga sebagai masa Rasionalisme, yang tumbuh di zaman modern dengan tokoh utama yaitu Rene Descartes (1596 – 1650) yang dikenal sebagai Bapak Filsafat Modern, Spinoza (1633 – 1677), dan Leibniz (1646 - 1716). Descartes memperkenalkan metode berpikir deduktif logis yang umumnya diterapkan untuk ilmu alam.
6. Zaman Kontemporer, pada abad ke 20 hingga sekarang, bidang fisika menempati kedudukan paling tinggi dan banyak dibicarakan oleh para filsuf. Menurut Trout, fisika dipandang sebagai dasar ilmu pengetahuan yang subjek materinya mengandung unsur-unsur fundamental yang membentuk alam semesta.
Uraian sejarah perkembangan ilmu pengetahuan diatas pembahasannya biasanya mengacu kepada pemikiran filsafat di Barat. Hal ini dapat mencerminkan perkembangan ilmu pengetahuan secara utuh karena dalam filsafat Barat unsur mitos dapat lenyap sama sekali dan menonjol dalam unsur rasio. Diawali dari periode filsafat Yunani yang penting dalam peradaban manusia, karena waktu itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari mite-mite menjadi lebih rasionil. Manusia menjadi lebih proaktif dan kreatif menjadikan alam sebagai objek penelitian dan pengkajian.
Sejarah filsafat merupakan metode yang banyak digunakan dan sangat penting dalam mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan. Sejarah filsafat juga merupakan subject matter dalam belajar filsafat yang merupakan alat untuk mengenal filsafat dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Dengan melihat sejarah sebagai suatu urutan kejadian yang saling berhubungan sehingga suatu kejadian tidak terjadi begitu saja dan diartikan sebagai fenomena tersendiri dan mencermati makna dibalik urutan kejadian pemikirannya, menjadikan sejarah sebagai suatu metode dalam mempelajari filsafat yang pada akhirnya dapat dipelajari ilmu pengetahuan secara mendalam.
Dari proses ini kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat, yang pada akhirnya dapat dinikmati dalam bentuk teknologi.